DIMANA TANAH DI JAJAK DI SITU JUA LANGIT DI JUNJUNG

SELAMAT DATANG DI FOLKS OF BANJAR • BERBAGI INFORMASI TENTANG SEJARAH SENI DAN BUDAYA BANJAR • FOLKS OF BANJAR DI BANGUN UNTUK KELESTARIAN SEJARAH ADAT DAN BUDAYA BANUA BANJAR • KRITIK DAN SARAN ANDA SANGAT KAMI PERLUKAN UNTUK KEMAJUAN BLOG INI • SEMOGA APA YG FOLKS OF BORNEO HADIRKAN DAPAT BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA • TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN KAMI SELALU MENUNGGU KUNJUNGAN ANDA KEMBALI KE BLOG INI

Terjemahkan

Kamis, 28 Februari 2019

PENGARUH MUSIK MELAYU PADA GAMELAN BANJAR

PENGARUH MUSIK MELAYU PADA GAMALAN BANJAR


Photo : Gamalan Banjar Bersama Sanggar Ading Bastari  Barikin

Kebudayaan Melayu yang ada di Kalimantan Selatan telah masuk dan memengaruhi kesenian-kesenian Banjar, salah satunya pada Gamalan Banjar. Pengaruh Melayu dalam Gamalan Banjar nampak pada teknik tabuh, vokal, dan pantun. Teknik tabuh saluk dan culit serta vokal kilung pada Gamalan Banjar memiliki cengkok yang sama pada Musik Melayu, yang oleh orang Melayu Riau disebut grenek. Sedangkan teks pantun sudah tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu ciri dari budaya Melayu yang sangat kuat. Pendekatan Musik Melayu Riau digunakan karena belum adanya literasi tentang musik Melayu Banjar. Temuan-temuan tentang pengaruh Musik Melayu pada tabuhan Gamalan Banjar masih berupa pengantar yang mengharuskan adanya penelitian lanjutan yang lebih spesifik dan mendalam.

Referensi :

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Depok: Raja Grafindo Persada.
Rass, JJ. 1968. Hikayat Banjar (A study in Malay historiography). Manuskrip. Banjarmasin: Museum Lambung Mangkurat.
Rizaldi. 2010. “Cengkok dan Grenek dalam Biola Melayu”.

Daring: http://rizaldiisipadangpanjang.blogspot.co.id/2010/08/cengkok-dan-grenek-dalam-biola-Melayu.html. Diakses 20 Januari 2017
Saleh, Idwar. 1983. Wayang Banjar dan Gamelannya. Banjarmasin: Museum lambung Mangkurat.
Takari, Muhammad. 2003. Kesenian Melayu: Kesinambungan, Perubahan, dan Strategi Budaya. Batam: Depertamen Etnomusikologi FIB USU dan Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI).

MAKAM PARA SULTAN BANJAR

MAKAM PARA SULTAN BANJAR

Dalam Kesempatan ini saya mencoba memposting Makam-makam Raja Banjar, terhitung dari Zaman Kesultanan Banjar saya dan Mohon Maaf jika Postingan ini saya kutip dari beberapa sumber ,  tujuan saya supaya kita  Generasi Muda Banjar mengetahuinya, Namun masih ada lagi Beberapa makam Sultan yang belum diketahui, mohon infonya kepada Saudara-Saudara kalau ada yang mengetahuinya.

Makam DYMM Sultan Surian Syah ( Raja Banjar I)

DYMM Sultan Surian Syah
Sultan Surian Syah atau Sultan Suryanullah adalah Raja Banjarmasin pertama yang memeluk Islam. Ia memerintah tahun 1520-1540 Pangeran Samudera merupakan raja Banjar pertama sekaligus raja Kalimantan pertama yang bergelar Sultan yaitu Sultan Suryanullah. Gelar Sultan Suryanullah tersebut diberikan oleh seorang Arab yang pertama datang di Banjarmasin, beberapa waktu setelah Pangeran Samudera diislamkan oleh utusan Kesultanan Demak.Setelah mangkat
Sultan ini mendapat gelar Anumerta Panembahan Batu Habang atau Susuhunan Batu Habang, yang dinamakan berdasarkan warna merah (habang) pada batu yang menutupi makamnya di
Komplek Makam Sultan
Suriansyah di kecamatan
Banjarmasin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Makam Sultan Rahmatullah Ibni Al-Marhum As-Sulthan Surian Syah 

DYMM Sultan Rahmatullah
Sultan Rahmatullah adalah Sultan ke-II dari Kesultanan Banjar . Sultan Rahmatullah adalah anak tertua dari Sultan Suryanullah ( Surian Syah) – Sultan Banjar. Sultan ini memerintah tahun 1550 – 1570 dan mendapat gelar anumerta Panembahan Batu Putih atau Susuhunan Batu Putih, yang dinamakan berdasarkan warna putih pada
batu yang menutupi makamnya di Komplek Makam Sultan
Suriansyah di Kecamatan
Banjarmasin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia .



Sultan Hidayatullah
Sultan Hidayatullah I bin Sultan Rahmatullah adalah Raja III dari Kesultanan Banjar yang memerintah antara 1570- 1595. Ia menggantikan ayahnya Sultan Rahmatullah (Raja II Kesultanan Banjar). Setelah wafatnya beliau mendapat gelar anumerta Panembahan Batu
Irang atau Sunan Batu Irang, karena batu-batu yang menutupi makamnya berwarna hitam ( bahasa Banjar hirang). Ia senang memperdalam syiar
agama Islam . Pembangunan masjid dan langgar ( surau) telah banyak didirikan dan berkembang pesat hingga ke pelosok perkampungan. Ia ada memperistri anak dari Khatib Banun, seorang menteri Kesultanan Banjar yang berasal dari kalangan Suku Biaju . Ia dimakamkan di Komplek
Makam Sultan Suriansyah yang terletak di Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin . Makan Sultan Hidayatullah berdampingan dengan Makan Sultan Rahmatullah orang tua beliau.




Sultan Musta’inbillah 
Tuan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Mustainbillah bin Sultan Hidayatullah I Masa kekuasaan 1595-1620
Makam Sultan Musta'in Billah berada  di Desa Tangkas RT 3, Kecamatan Martapura Barat, Martapura, Kabupaten Banjar , Kalimantan SelatanSultan Inayatullah
Sultan Inayatullah alias Ratu Agung, nama sebelumnya Pangeran Dipati Tuha (ke-1) atau Sultan Indallah adalah Sultan Banjar antara tahun 1642- 1647. Sultan Inayatullah adalah gelar resmi yang digunakan dalam khutbah Jumat di masjid-masjid, sedangkan gelar yang dimasyhurkan/dipopulerkan adalah Ratu Agung. Nama kecilnya tidak diketahui, sedangkan gelarnya sebagai Dipati (pejabat di bawah mangkubumi) adalah Pangeran Dipati Tuha I . Beliau adalah putera dari Sultan Mustain Billah.

Sultan Sa’idullah
Belum ada data

Makam DYMM Sultan Tahlilullah

Sultan Tahlilullah
Sultan Tahlilullah berputra enam orang yaitu Pangeran Tamjidullah, Pangeran Nullah, Pangeran Dipati, Pangeran Istana Dipati, Pangeran Wira Kasuma dan Pangeran Mas. Pangeran Mas kelak menjadi mangkubumi dengan gelar Ratu Anom Kasuma Yuda (mangkubumi Sultan
Tahmidullah II). Kyai Martaraga dilantik menjadi penghulu (ulama keraton) tahun 1752. Sepupu Sultan Sepuh yang bernama Pangeran Suryanata menjadi ketua Dewan Mahkota. Ia tinggal di Martapura dan meninggal tahun 1750. Putera almarhum yang bernama Pangeran Prabukasuma menggantikan sebagai ketua Dewan Mahkota. Beberapa anggota Dewan Mahkota tinggal di luar Kayu Tangi yaitu Pangeran Marta dan Pangeran Ulahnegara yang tinggal di
Margasari dan Pangeran Wiranata tinggal di Tapin



Sultan Tahmidullah
Belum ada data

Sultan Tamjidillah
Sultan Tamjidillah I bin SultanTahlilullah adalah Sultan
Banjar antara tahun 1734
1759 (mangkat 1767) atau Panembahan Tingi.
Pangeran Tamjidillah I semula menjabat mangkubumi kemudian setelah wafatnya Sultan Hamidullah atau Sultan Kuning ia bertindak sebagai wali Putra
Mahkota yaitu Muhammad
Aliuddin Aminullah yang belum dewasa . Tetapi kemudian mengangkat dirinya menjadi Sultan dengan gelar Sultan Sepuh. Sultan Sepuh dibantu adiknya Pangeran Nullah (Panembahan Hirang) sebagai mangkubumi (kepala pemerintahan).




Sultan Badarul Alam
Pengganti Sultan Tahmidilllah I adalah Sultan Kuning atau Sultan Badarul Alam bin Sultan Tahlilullah, namun dalam tahun itu (1734 Masehi) Sultan Kuning mangkat sedangkan anaknya, Muhammad Aliuddin Aminullah masih belum dewasa. Maka, Pangeran Tamjid atau Pangeran Tamjidillah yang memangku jabatan mangkubumi dengan gelar Sultan Muda untuk memegang pemerintahan.




Sultan Tahmidillah
Sultan Tahmidillah II (Sunan Nata Alam atau Maulana As Sulthan Tahmidillah Ibni As Sulthan Tamjidillah atau Tahhmid Illah II atau Panembahan Batoe) adalah Sultan Banjar tahun 1761-1801. Sunan Nata Alam atau Susuhunan Nata Alam adalah gelar yang digunakannya sejak tahun 1772. Sedangkan gelar tahmidillah merupakan paduan dari kata Tahmid dan Allah, secara harafiah Tahmid berarti keadaan menyampaikan pujian atau rasa syukur berkali-kali (kepada Allah). Sultan Tahmidillah II putera dari Sultan Tamjidullah I. Sultan Tahmidillah II menikah dengan Putri Lawiyah, puteri dari Sultan Muhammad. Pangeran naik tahta menggantikan Sultan Muhammad yang meninggal karena sakit paru-paru yang dideritanya sejal awal pemerintahnnya (1759). Atas perintah Dewan Mahkota ta.hun 1762 saudara Sultan Nata yang bernama Prabujaya dilantik menjadi mangkubu



Sultan Sulaiman Rahmatullah
Sultan Sulaiman Al-Mu’tamidullah/Sultan Sulaiman Saidullah bin Sunan Sulaiman Saidullah/Sunan Nata Alam/Sultan Tahmidillah II adalah Sultan Banjar yang memerintah antara tahun 1801-1825. Kesultanan Banjar terletak di Kalimantan Selatan. Adiknya Pangeran Mangku Dilaga dilantik sebagai Mangkubumi dengan gelar Ratu Anum Mangku Dilaga. Belakangan Ratu Anum Mangku Dilaga ditahan kemudian dibunuh oleh Sultan Sulaiman karena diduga akan melakukan kudeta. Jabatan mangkubumi kemudian dipegang oleh Pangeran Husin dengan gelar Pangeran Mangkubumi Nata putera Sultan Sulaiman sendiri.



Sultan Adam Al Wasiqubillah
Sultan Adam Al-Watsiqbillah bin Sultan Sulaiman Saidullah II adalah Sultan Banjar yang memerintah antara tahun 1825-1 November 1857. Sultan Adam dilahirkan di Desa Karang Anyar, Kec. Karang Intan Kabupaten Banjar.
Sultan Adam putra tertua dari Sultan Sulaiman Rahmatullah yang berjumlah 23 orang. Sultan Adam memiliki saudara kandung sebanyak 5 orang dan saudara seayah 17 orang.

Sultan Muda Abdurrahman
Belum ada data



Pangeran Hidayatullah
Pangeran Hidayatullah diangkat menjadi Sultan Banjar berdasarkan Surat Wasiat Kakek beliau Sultan Adam. Pengangkatan ini dilakukan karena ayah Pangeran Hidayatullah, Sultan Muda Abdurrahman wafat.
Lahir di Martapura pada tahun 1822 M, di-didik secara Islami dipesantren Dalam Pagar Kalampayan (Didirikan oleh Syekh Muhammad Arsyad Al-banjari, salah seorang tokoh Agama Islam di Nusantara) sehingga memiliki ilimu kepemimpinan serta keagamaan yang cukup tinggi untuk kemudian dipersiapkan menjadi Sultan. Sebelum menjadi Sultan sempat menduduki jabatan sebagai Mangkubumi Kesultanan pada tahun 1855 M. Pada saat itu jabatan Mangkubumi diangkat oleh Kolonial Belanda dengan persetujuan Sultan Adam. Dengan menduduki jabatan tersebut maka Pangeran Hidayatullah bisa lebih memahami & menyelami kondisi Kesultanan maupun rakyat Banjar, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan kolonial Belanda (spionase), hal tersebut sangat berguna untuk persiapan perang



Pangeran Antasari
Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar , 1809 dan meninggal di Bayan Begok, Hindia-Belanda , 11
Oktober 1862 pada umur 53 tahun) adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia . Ia adalah Sultan Banjar . Beliau menggantikan Sultan Hidayatullah Khalilullah atau Sultan Hidayatullah II. Pada 14
Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/ Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.

Muhammad Seman
Sultan Muhammad Seman adalah Sultan Banjar dalam pemerintahan pada masa 1862-1905. Ia adalah putra dari Pangeran Antasari yang disebut Pagustian sebagai penerus Kerajaan Banjar. Di zaman Sultan Muhammad Seman, pemerintahan Banjar berada di Muara Teweh, di hulu sungai Barito. Sultan Muhammad Seman merupakan anak dari Pangeran Antasari dengan Nyai Fatimah. Nyai Fatimah adalah saudara perempuan dari Tumenggung Surapati , panglima Dayak (Siang) dalam Perang Barito . Jadi sultan ini masih ada keturunan Dayak dari pihak ibunya.

Sebagian Sumber kami ambil di : http://kelompok4isbd.wordpress.com/

MAKAM SULTAN MUSTA'IN BILLAH AKHIRNYA DI TEMUKAN DI BAWAH POHON KASTURI

Makam Raja Banjar ke IV  DYMM Sultan Musta'In Billah Ditemukan di Bawah Pohon Kasturi Raksasa di Martapura

Batu Nisan Bercabang Dua menandakan yg bersemayam adalah dari kalangan Raja atau kerabat Diraja Banjar

Sebuah makam yang diduga merupakan tempat persemayaman Raja Banjar ke IV, Sultan Mustainbillah, akhirnya ditemukan oleh para Dzuriyat Kesultanan Banjar.
Makam yang diyakini merupakan salah satu Raja Banjar itu berada di bawah sebuah pohon Kasturi berukuran raksasa berdiameter 150 cm diperkirakan berusia 200 tahun, di Desa Tangkas RT 3, Kecamatan Martapura Barat, Martapura, Kabupaten Banjar , Kalimantan Selatan

Pohon Kasturi di dekat Lokasi makam 


Di lokasi tersebut para Dzuriyyat yang telah lama melakukan pencarian Raja Banjar tersebut, menemukan sebuah Batu Nisan batu berukuran besar dengan ukiran batu bercabang dua yang menandai keberadaan makamnya.
Ketua Zuriyyat Pangeran Hidayatulah di
Kalsel, Gusti Sofyan Hilmi, mengatakan, di dalam buku-buku yang meriwayatkan sejarah Banjar, mencantumkan enam Sultan. Makam lima Sultan telah diketahui, tinggal Raja Banjar keempat tersebut yang belum.
"Hanya Sultan Mustainbillah yang tidak diketahui makamnya. Kalau wafatnya pada tahun 1619," sebut dia, Jumat (1/1/2016)
Dari penelusuran, didapat petunjuk tentang makam sultan tersebut di kawasan Sungai Tabukan. “Ketika dicari, tidak ditemukan. Ketika dicari di kawasan Sungai Tabukan Martapura, lalu bertanya kepada warga, ditunjukkanlah makam dimaksud tersebut,” ujarnya.
Dulunya, di lokasi makam ada kubah juga, tetapi hancur dimakan usia karena hujan, panas serta faktor lain. Makam tersebut dirawat Gusti Dayat. Namun, sepeninggal Gusti Dayat, tidak ada lagi yang merawat.
“Warga sekitar, tahunya memang makam raja. Makanya, banyak yang menaruh kembang dan kain kuning di makam beliau," imbuh Gusti Sofyan.
Pohon Kasturi Raksasa di atas Makam
Raja Banjar ditebang, untuk memudahkan perawatan makam.
Dengan temuan tersebut, lanjutnya, para Zuriyyat serta komunitas peduli makam raja-raja Banjar memutuskan untuk merawat kembali makam ini. Setelah pohon kasturi ditebang, rencana berikut adalah membangun kubah berarsitektur rumah banjar berukuran 4 x 4 meter

Makam Sultan Musta'in Billah Setelah dilakukan Pembangunan Kubah Oleh Para Kerabat Diraja Banjar 

Disinggung mengenai makam yang sebelumnya ditemukan di Desa Sungai Kitano dan disebut makam Sultan Mustainbillah, Gusti Sofwan membenarkan. Namun ia juga mengungkapkan makam itu adalah Makam Sultan Inayatullah, yakni anak dari Sultan Mustainbillah.
"Bisa dilihat dari nisannya. Di Sungai Kitano, lebih kecil ukurannya dari makam yang baru ditemukan. Makam yang baru ditemukan, paling besar nisannya. Cuma, ada kemiripan bentuk nisan antara kedua makam," bebernya.
Hal senada diutarakan Ketua Peduli Makam Al Khairat, Uhibbul Hudda. Berdasarkan bentuk nisan makam tersebut, menandakan makam raja-raja dulu. Bentuk nisannya, lebih besar dari nisan Sultan Inayatullah.
"Itu bukan batu hasil olahan daerah kita. Bisa jadi, batu nisan ini dari Persia atau bisa juga Majapahit," lontarnya.

Keterangan gambar : Nisan dari Makam Raja Banjar IV Sultan Mustainbillah yang ditemukan di Kecamatan Martapura Barat Jumat (1/1/2015) diamankan di rumah warga.

#FolksOfBanjar #KesultananBanjar #KesultananKutaringin #SultanMustainBillah

Tua Muda Menjaga Marwah Musik Melayu Banjar


Photo: MENGHIBUR: Penampilan Banua Raya Symphony dalam Festival Karasminan Banua Seribu Sungai di Taman Budaya Kalsel, Senin malam. 


TUA MUDA MENJAGA MARWAH MUSIK MELAYU BANJAR

(Setengah Jam Bersama Banua Raya Symphony)



Sepekan penuh Taman Budaya Kalsel riuh oleh Festival Karasminan Banua Seribu Sungai. Banua Raya Symphony kebagian tampil pada Senin (13/8) malam, di Panggung Terbuka
 inilah satu-satunya band yang setia menganut aliran Dendang Melayu Banjar. Beberapa pentolannya merupakan seniman ternama di Banjarmasin. Sebut saja Julak Larau alias Mukhlis Maman. Dan Novyandi Saputra dari NSA Project.
Banua Raya Symphony tampil memukau. Jika ada yang kurang, konser itu tanggung. Lantaran durasi penampilannya hanya setengah jam. Penonton mulai "panas", ternyata sudah keburu memasuki lagu terakhir.
Namun, waktu yang singkat itu bisa dimaksimalkan dengan baik. Banua Raya Symphony terbukti piawai dalam memilih daftar lagu yang dimainkan. Dari yang ceria, perih mendayu-dayu, hingga yang romantis. Dari yang berisi petuah hingga penuh ungkapan percintaan.

Lagu pembuka adalah Salam Banua Raya Symphony, ciptaan Mukhlis Maman. Dilanjutkan Dhaif, ciptaan Anang Ardiansyah, maesto Musik Banjar. Lalu berturut-turut lagu melayu lama ciptaan anonim. Seperti Empat Dara, Dosa dan Siksa dan Mengikat Janji. Semuanya sudah diaransemen ulang.
Favorit penulis adalah Dhaif. Lagu religius itu bertempo pelan. Liriknya penuh dengan kerinduan, "Wahai nabi, wahai rasul penghabisan. Hari ini ulun datang. Ya salam".
Band ini kukuh memegang prinsip bahwa bermusik tak mengenal umur. Punya 19 personil dari yang belia hingga renta. Namun, malam itu hanya 13 personil yang diboyong. Beberapa tak bisa tampil karena kesibukan pekerjaan.
Ada empat vokalis dan sembilan pemusik yang tampil. Instrumennya dari yang tradisional sampai modern. Macam gendang, gambus, akordion, biola dan gitar bas.
"Band ini dihuni tiga generasi. Melintasi berbagai zaman. Tapi disatukan oleh satu niat yang sama; mengangkat marwah musik Melayu Banjar yang sanggup menantang selera musik kontemporer," tegas Masdar Hidayat, 40 tahun, gitaris.
Banua Raya Symphony berada di bawah naungan Balai Pusat Kajian Budaya Banjar. Mereka sudah tampil di berbagai kota. Pernah diundang ke Kanada dan Amsterdam. "Maksudnya Kandangan Dalam dan Amuntai Selatan Terus ke Dalam," selorohnya tertawa.
Lalu, apa bedanya Dendang Melayu Banjar dengan Dendang Melayu pada umumnya? Masdar menjawab, ada dua kriteria. Pertama, liriknya harus berbahasa Banjar. "Bukan berbahasa Indonesia seperti musik melayu kebanyakan," jelasnya.
Kedua, ada nada-nada yang berbeda. Berkat sentuhan dari alat musik Gendang Banjar dan Panting. "Sekitar 3/4 iramanya kami ubah ke musik Banjar," imbuhnya.
Jika ada yang terasa kurang, mereka belum merilis satu album utuh. Semisal dalam rilisan fisik seperti CD. "Sejujurnya, kami sudah punya daftar lagu yang cukup untuk menjadi sebuah album. Tapi karena kesibukan masing-masing personil, jadi terbengkalai," akunya.
Di luar bermusik, masing-masing personil memang memiliki kesibukan tersendiri. Tak mudah mengumpulkan mereka untuk latihan. Masdar sendiri bekerja di instansi pemerintahan. Sedangkan sang vokalis, Ria Anggraini adalah seorang vokalis freelance.
Perempuan 26 tahun itu sosok yang menarik. Dengan usianya yang masih muda, Ria mengaku tak pernah bisa menikmati musik kontemporer. Semisal pop atau rock.
Praktis, Ria tidak pernah serius bermusik sebelum mengenal Dendang Melayu Banjar. "Saya mulai fokus menyanyi setelah bergabung di sini. Entahlah, saya tak pernah bisa menikmati musik modern. Kurang mengena di hati," ujarnya.
Ambil perbandingan dengan musik dangdut. Dari cara bernyanyi, keduanya sama-sama mengenal istilah cengkok. "Jelas berbeda. Cengkok pada Dendang Melayu Banjar lebih halus. Tidak sevulgar milik dangdut," pungkas Ria. 

#FolksOfBanjar #MusikMelayuBanjar #MelayuBanjar #BudayaBanjar #AdatIstiadatBanjar #DendangMelayuBanjar

ARSITEKTUR MELAYU BANJAR

ARSITEKTUR MELAYU BANJAR

Ajaran Islam dalam Budaya Melayu Banjar berkaitan dengan Konsep Arsitekturnya.
Jenis Rumah Banjar Bubungan Tinggi


Postingan  ini bertujuan menjelaskan konsep budaya masyarakat Melayu Banjar yang dipengaruhi pengamalan ajaran agama Islam serta bagaimana wujud transformasi konsep budaya tersebut pada rumah tinggal dan lingkungan sekitarnya.
Postingan ini didasarkan pemikiran argumentatif bahwa masyarakat Banjar dan arsitekturnya adalah “varian” dari arsitektur Melayu. Dikatakan “varian” karena adanya keunikan secara sosio-kultural dan kesejarahan pada proses pembentukan masyarakat Melayu Banjar dan juga arsitekturnya yang berbeda dari masyarakat Melayu umumnya.





Penelitian ini adalah penelitian kualitatif interpretatif yang didasarkan; 
(1) data empiris sejarah islam dan kebudayaan Banjar sejak zaman pra-kerajaan Banjar hingga masa runtuhnya kerajaan Banjar, 
(2) data fisik dari 16 buah rumah Bubungan Tinggi yang masih tersisa di Kalimantan Selatan. Data-data tersebut selanjutnya dikomunikasikan dengan konteks pengamalan ajaran Islam dalam masyarakat Melayu Banjar, khususnya pada masa sekarang.
Melalui proses analisis diketahui bahwa konsep budaya masyarakat Melayu Banjar dipengaruhi oleh kebudayaan Dayak, Melayu, dan Jawa serta dipengaruhi kepercayaan animisme, Kaharingan, Hindu. Beragam kebudayaan dan kepercayaan tersebut akhirnya digantikan oleh satu kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Melayu Banjar, yaitu Islam. Namun demikian, kebudayaan dan kepercayaan Islam yang menjadi kebudayaan masyarakat Melayu Banjar saat ini dapat dikelompokkan berlandaskan tiga kategori kepercayaan, yaitu kepercayaan Islam, kepercayaan bubuhan, dan kepercayaan lingkungan. Ketiga wujud kepercayaan inilah yang selanjut nya bertransformasi dalam wujud konsep arsitektur rumah masyarakat Melayu Banjar, khususnya rumah bubungan tinggi. Wujud transformasi ke-3 kepercayaan ini dapat dilihat melalui desain lingkungan (makna simbolis unsur flora, fauna, penerapan teknologi berdasar kondisi lingkungan), desain peruangan (penerapan simbol cacak burung, ruang upacara/ aruh ), desain perangkaan (teknologi di atas lahan rawa), dan desain persolekan (beragam motif dan ukiran) dalam arsitektur Melayu Banjar.
Berdasar temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep ajaran Islam (yang tumbuh seiring pembentukan masyarakat Banjar) telah membentuk sikap dan perilaku masyarakat Melayu Banjar yang akhirnya melahirkan lingkungan yang Islami yang termanifestasi.


Bersambung ....